Siswa-siswa
saya, lebih menyukai unjuk kerja dari pada sekedar materi. Mereka seperti sisa energi
di kelas jika tidak ada proyek. Sisa energi yang saya maksud di sini, mereka
lebih banyak ramai di kelas, sibuk dengan urusan masing-masing. Ujung-ujungnya
tidak nyambung dengan materi. Oleh karena itu saya berusaha mencoba cara
penyampaian yang pas bagi mereka.
Dalam
menyampaikan sebuah materi, saya lebih menyukai menyampaikan satu materi sampai
tuntas. Materi drama yang pelajari di kelas, formatnya meliputi:
1.Pengertian drama
2.Unsur-unsur dan ciri-ciri drama
3.Membaca naskah drama
4.Menganalisis naskah drama
5.Menyadur cerpen menjadi naskah drama
6.Menulis naskah drama
7.Menyunting naskah drama
8.Mementaskan drama
9.Mengevaluasi pementasan drama
Untuk poin
pertama dan kedua, saya biasa membawa KBBI ke kelas. Saya minta salah seorang
anak untuk mencari arti drama dari KBBI. Biasanya mereka saling berebut. Jadi
saya lanjutkan penggunaan kamus untuk mencari pengertian dari masing-masing unsur
drama sebagai karya yang dipentaskan drama dari KBBI. Misalnya saja pengertian
dari:
-naskah cerita
-aktor atau pemeran
-panggung
-tata lampu
-ilustrasi
-kostum dan tata arias
Adapun mengenai
ciri-ciri drama, saya sampaikan secara singkat:
-Adanya dialog atau percakapan yang dilakukan
para pelaku drama.
-Penulisannya menggunakan titik dua (:) untuk
memisahkan nama pelaku dan dialognya.
Begitu pula
dengan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik karena sudah tidak asing bagi
mereka, mengingat sudah sering dipelajari dalam karya sastra yang lain seperti
cerpen dan novel.
-Unsur ekstrinsik: latar budaya pengarang, latar
pendidikan pengarang
Poin ketiga dan
keempat, saya minta mereka membaca naskah drama yang ada di buku paket,
dilanjutkan dengan menganalisis drama tersebut. Kemudian kami bahas
bersama-sama. Untuk unjuk kerja berikutnya, saya bagi kelas menjadi
kelompok-kelompok kecil, masing-masing menganalisis teks drama yang berbeda
antara kelompok satu dengan yang lain. Ini untuk mengantisipasi kebiasaan
contek-menyontek. Nantinya dilanjutkan dengan presentasi masing-masing kelompok.
Kelas tidak ada yang mengantuk.
Poin kelima,
saya meminta siswa untuk mencari cerita pendek dari koran atau dari majalah.
Saya biarkan masing-masing memilih cerita yang diinginkan. Mereka praktek
menyadur, berbekal teori yang saya sampaikan sebelumnya. Paling tidak mereka
dapat menuliskan dialog-dialog, disertai prolog dan epilog, termasuk petunjuk
teknis.
Untuk poin
keenam, yaitu menulis naskah drama, sebelumnya saya minta siswa membuat
karangan tentang pengalaman hidup yang pernah dialami. Saya hanya memancing
dengan pernyataan, “Dalam hidup, kita tentu mempunyai pengalaman yang beraneka
warna. Misalnya pengalaman membahagiakan, menyadihkan, mengharukan,
membanggakan, mengecewakan, menggelikan, bahkan memalukan.” Kemudian saya minta
mereka memilih salah satu untuk kemudian mereka ceritakan. Langkah selanjutnya
membiarkan mereka menyadur seperti pada poin sebelumnya.
Untuk poin
ketujuh yaitu menyunting naskah drama, saya minta hasil karangan drama mereka
ditukarkan untuk dikoreksi oleh teman yang lain. Ini biasanya akan heboh,
karena mereka saya perbolehkan menilai hasil karangan drama temannya. Penilaian
akhir tentu saja pada saya, selaku gurunya.
Poin kedelapan
inilah yang ditunggu siswa-siswa saya. Ibarat mesin diesel sudah cukup panas
untuk digunakan. Dari awal saya bahkan sudah memanas-manasi mereka untuk proyek
yang ini. Naskah yang dipentaskan adalah naskah buatan mereka sendiri. Tentu
saja ini kerja kelompok. Saya biarkan mereka memilih salah satu naskah dari
anggota kelompoknya dengan dikembangkan tentunya.
Tahun ini saya
mengusulkan kepada kepala sekolah untuk mengizinkan mereka pentas di acara
tutup tahun. Alhamdulillah disetujui.
Materi drama
diakhiri dengan evaluasi pementasan drama.
Dalam
pengantar buku ini disebutkan bahwa penilaian dalam pembelajara memrasyaratkan
dua hal yang mesti ada, yaitu kinerja dan bermakna. Tuntutan penilaian kinerja
dan bermakna juga berlaku dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Hal
ini berarti bahwa dalam pengukuran hasil pembelajaran Bahasa Indonesia harus
berupa kinerja berbahasa yang bersifat aktif produktif dan kinerja itu harus
ada atau dibutuhkan dalam kehidupan nyata, misalnya dibutuhkan dalam dunia
pekerjaan.
Guru
sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum harus mampu menekankan pentingnya penggunaan
pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL), yaitu sebuah pendekatan pembelajaran
yang mencoba mengaitkan materi yang dibejarkan dengan situasi di dunia nyata
dan mendorong siswa mmembuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, atau
di dunia kerja. Pada giliran selanjutnya, pendekatan pembelajaran menuntut
model penilaian yang sesuai dengan kegiatan pembelajaran, yaitu penilaian
otentik.
Pada
bab II, lebih jauh dijabarkan hakikat penilaian otentik. Penilaian otentik
merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja
di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan
keterampilan. Penilaian ini juga merupakan kinerja (performansi) yang meminta
pembelajar untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi tertentu yang
merupakan penerapan pengetahuan yang dikuasainya.
Penilaian
ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan penilaian tradisional, khususnya
bentuk tes objektif pilihan ganda yang bersifat lebih merespon jawaban yang
lazim dipergunakan dalam ujian-ujian akhir seperti UN dan UUB. Penilaian
otentik hadir untuk melengkapi dan menutup kekurangan penilaian objektif. Skor
hasil pengukuran otentik mencerminkan kompetensi berbagai bentuk kinerja berbahasa sepanjang
kegiatan pembelajaran, sedang skor hasil pengukuran tes objektif pada akhir
pembelajaran menunjukkan capaan kompetensi selama satuan waktu tertentu,
misalnya satu semester.
Dalam
buku ini dijabarkan pula macam-macam penilaian otentik seperti: penilaian
kinerja, wawancara lisan, pertanyaan terbuka, menceritakan kembali tes atau
cerita, portofolio, dan proyek.
Yang
menjadi kelebihan buku ini, ada contoh penerapan tugas otentik yang sangat
mudah untuk diaplikasikan. Hal ini karena buku ini sudah dilengkapi dengan
contoh soal latihan, cara penyekoran, bahkan ada catatan khusus tentang apa
yang harus dilakukan guru dalam menerapkan penilaian otentik ini.
Buku
ini relatif tipis, namun berisi hal-hal yang luar biasa. Dijabarkan mengenai
penilaian kompetensi menyimak, membaca,
berbicara, menulis, hingga penilaian otentik kompetensi bersastra.
Dibagian akhir
dipaparkan bagaimana pengolahan skor penilaian otentik hingga sampai pada
perhitungan nilai akhir.
Buku
ini sangat pas dibaca bagi guru bahasa Indonesia pada khususnya, dan secara
umum dapat dibaca oleh guru mata pelajaran lain, bahkan oleh siapa saja yang menjadi
pengajar.
Suggestopedia berasal dari kata
suggestology, yaitu ilmu tentang pengaruh-pengaruh nonrational dan/atau nonconscious
pada manusia (Ricards, 1999: 142). Metode ini dikembangkan oleh Georgi Lozanov
(1978), seorang ahli fisika dan psikoterapi dari Bulgaria. Oleh karena itu,
suggestopedia juga dikenal dengan Metode Lozanov atau Belajar dan Mengajar
Sugestif-Akseleratif (Suggestive-Accelerative
Learning and Teaching). Lozanov percaya bahwa otak manusia mampu memproses
sejumlah banyak materi apabila diberikan kondisi yang tepat untuk belajar,
diantaranya relaksasi dan pemberian kontrol dan otoritas pada guru.
Ciri metode ini adalah menciptakan suasana
“sugestif”. Suatu contoh penerapannya menciptakan suasana yaitu dengan cahaya
yang lemah lembut, musik sayup-sayup, dekorasi-dekorasi ruangan yang ceria,
tempat duduk yang menyenangkan dan teknik-teknik dramatik yang digunakan oleh
guru dalam penyajian bahan pelajaran.
Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat
para siswa santai (tidak tegang), yang memungkinkan mereka membuka hati mereka
secara sadar untuk belajar (bahasa) dengan nyaman dan tidak tertekan. Musik
digunakan sebagai alat untuk membantu siswa relaks dan menjadi panduan dalam
penyajian materi.
B.Teknik
dan Komponen Suggestopedia
Teknik yang digunakan dalam suggestopedia
adalah memorization. Akan tetapi,
perlu ditegaskan di sini bahwa
memorisasi yang dimaksud bukanlah vocabulary
memorization tetapi memorization of grammar rules (Richards, 1999). Jadi, siswa tidak
diarahkan untuk menghafal kosa kata dan membiasakan ujaran, tetapi siswa
diarahkan pada tindakan komunikasi.
Menurut Richards (1999), ada enam komponen
penting dalam suggestopedia. Keenam komponen tersebut adalah sebagai berikut.
1.Otoritas
Lozanov percaya bahwa manusia akan lebih
ingat dan terpengaruh dengan informasi yang diperoleh dari sumber yang memiliki
otoritas. Oleh karena itu, dalam suggestopedia guru harus memiliki otoritas
yang besar.
2.Infantilization
Yang dimaksud dengan infatilization adalah hubungan antara guru dan siswa sebaiknya
seperti hubungan antara orangtua dengan anaknya.
3.Double-planedness
Siswa tidak hanya belajar dari instruksi
yang diberikan oleh guru, tetapi juga dari lingkungan di mana instruksi itu diberikan.
4.Intonasi
Intonasi dalam penyampaian materi digunakan
untuk mencegah kebosanan dan untuk mendramatisasi, mempengaruhi secara
emosional, serta memberikan makna pada materi linguistik.
5.Ritme
Fungsi ritme di sini sama dengan fungsi intonasi yang telah disebutkan sebelumnya.
6.Concert Pseudo-Passiveness
Intonasi dan ritme disesuaikan dengan musik
latarnya, sehingga dapat membantu siswa bersikap santai. Kondisi inilah yang
penting dalam pembelajaran, karena siswa tidak tegang dan kemampuan konsentrasi
meningkat.
C.Kegiatan
dalam Suggestopedia
Rangkuman kegiatan KBM dengan metode
Suggestopedia dijelaskan oleh Ommagio (1986) adalah sebagai berikut.
1.Diadakan tinjauan kembali atas bahan-bahan
yang telah dipelajari sebelumnya, secara eksklusif dalam bahasa baru. Permainan dan lakon pendek yang lucu
seringkali digunakan dengan tujuan tertentu. Akan tetapi, praktek
mekanistik tetap dihindari dan dijauhi.
2.Bahan
baru disajikan dalam konteks dialog-dialog panjang, yang diperkenalkan atau
dilanjutkan dalam dua fase “konser”. Dialog-dialog tersebut menggambarkan
situasi-situasi pemakaian bahasa khas dalam budaya sasaran. Dialog-dialog itu
disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai kesinambungan dalam alur dan
hubungan, dalam plot dan konteks di seluruh pelajaran. Para tokoh dalam dialog
diberi nama yang bersajak dan mempunyai beraneka ragam pribadi dan profesi yang
menarik hati. Dalam fase aktivasi para siswa dapat mengadopsi peranan para tokoh ini bagi kegiatan
latihan/praktek bahasa. Dalam “ konser aktif”, para siswa mendengarkan musik
pada saat guru membacakan baris-baris dialog, biasanya sati pada satu waktu
para siswa mengikuti dengan menyimak dalam buku. Selanjutnya dengan “konser
pasif”, para siswa menyimak
pada pembacaan teks kembali oleh guru dengan nada yang bervariasi dan diiringi
dengan musik yang sayup-sayup. Kedua fase ini dirancang untuk memungkinkan
siswa menyerap bahan-bahan pelajaran baru pada tingkat sadar, tingkat bawah
sadar.
3.Fase
aktivasi, fase ini mengikutsertakan siswa dalam bermain peran dan
kegiatan-kegiatan praktek untuk mengaktifkan atau mempraktekkan bahan-bahan
yang telah dipelajari.
Menurut Richards dan Rodgers kegiatan
pengajaran bahasa dengan sugggestopedia terdiri atas tiga bagian.
a.Diadakan
tinjauan kembali atau mengulang bahan pelajaran hari sebelumnya. Ini dilakukan dalam bentuk percakapan, permainan,
sketsa, cerita lucu dan acting. Bila siswa membuat kesalahan, ia dibetulkan
tetapi dengan nada yang mendorong ke arah positif. Pada bagian ini,
praktik yang mekanistik harus dihindari.
b.Bahan
baru disajikan dalam konteks melalui dialog-dialog panjang dan caranya tidak
jauh berbeda dengan cara yang tradisional; bahan-bahan disajikan, dan
diperagakan, diikuti dengan keterangan kata-kata baru dan tata bahasa. Dialog
yang dipergunakan sebagai bahan pembelajaran, harus relevan, riil, menarik, dan
dipergunakan sesuai dengan isinya.
c.Séance adalah pertemuan yang tujuannya untuk reinforcement bahan baru pada taraf
bawah sadar. Kegiatan séance ini terdiri dari dua macam, yang aktif dan yang
pasif. Kegiatan ini
berlangsung selama satu jam.
Agar metode ini dapat dipraktikan secara efektif, menurut Bancroft (1978)
dan Krashen (1986), ada 3 unsur yang harus dipenuhi, antara lain sebagai
berikut:
1.ruang
kelas yang menarik atau atraktif (dengan cahaya lembut) dan suasana kelas yang
menyenangkan;
2.guru
yang berkepribadian dinamis yang mampu memerankan bahan dan memberikan motivasi
pada para siswa untuk belajar; dan
3.para
siswa yang siap-siaga dalam kesantaian.
Pada
umumnya, bahan pelajaran diberikan dalam bentuk dialog yang sangat panjang.
Dialog pada suggestopedia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) penekanan
pada kosakata dan isi, b) dasar pembuatan dialog adalah keadaan atau peristiwa
hidup yang riil, c) baru secara emosional relevan, d) kata-kata yang diberi
garis bawah dan disertai transkripsi fonetis untuk lafalnya.
Metode
ini mencakup suasana sugestif di tempat penerapannya, dengan cahaya yang lemah
lembut, musik yang sayup-sayup, dekorasi ruangan yang ceria, tempat duduk yang
menyenangkan, dan teknik-teknik dramatik yang dipergunakan oleh guru dalam
penyajian bahan pembelajaran. Semua itu secara total bertujuan membuat para
pembelajar santai, yang memungkinkan mereka membuka hati untuk belajar bahasa
dalam suatu model yang tidak menekan atau membebani para siswa.
Tabel 7.
Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis
Suggestopedia
(Rambu-Rambu Penyusunan RPP dan Pelaksanaan
Pembelajaran Sugestopedia)
SUGGESTOPEDIA
ASLI
SUGGESTOPEDIA
ADAPTASI
1.Presentation
A preparatory stage
(anak dibantu untuk relaks dan menuju
frame positif) (mind and feeling) bahwa belajar akan dibuat
lebih mudah & menyenangkan.
2.First Concert—“Active Concert”
Presentasi aktif
dari materi yang diajarkan, misal: membacakan teks drama disertai musik
klasik
3.Second Concert—“Passive Review”
Anak diajak relaks
dan mendengarkan musik, dengan teks yang dibacakan dengan sangat pelan. Musik
dipilih yang mampu menghantarkan siswa ke kerja mental yang terbaik agar
mampu memahami materi pembelajaran dengan lebih mudah.
4.Practice
Menggunakan permainan, puzzle,
untuk mereview dan menguatkan kembali
apa yang dipelajari.
1.Persiapan
Ice-breaking, motivasi, penjelasan
secara sugestif, tujuan & metode. Secara fisik, kelas dibuat lebih
berwarna, lebih segar, dan lebih
2.Konser awal
Kegiatan menyimak materi langsung
dari guru (media berbasis manusia), dari radio, dari rekaman, atau dari
model. Suara dibuat jelas, jeda pas, volume sesuai, dan suara bulat dan kuat.
Musik secara tersamar terdengar. Anak-anak boleh menyimak dengan perhatian
seluruh indera, boleh dengan memejamkan mata, boleh dengan membentuk peta
konsep imajinatif.
3.Konser akhir
Kegiatan
menyimak diulang. Musik sedikit dikeraskan dan materi menyimak lebih pelan.
Anak berada pada posisi santai dan sangat dianjurkan menutup mata.
4.Praktik
Anak membuat mind-map, menjawab
pertanyaan simakan, atau menceritakan
kembali, atau membuat ulasan terhadap bahan simakan.
Tabel 8.
Pedoman Observasi dalam penyusunan RPP
KEGIATAN AKHIR DALAM SUGGESTOPEDIA
DESKRIPSI
INSTRUMEN
Mind-Map
Guru membuat
rambu-rambu pada awal dan dijelaskan pada saat konser secara suggestif.
Guru menyiapkan
bahan simakan lalu membuat peta-konsep yang baku.
Guru mengevaluasi
peta konsep yang dibuat anak dengan teknik tertentu, langsung guru atau
kooperatif.
Menjawab Pertanyaan
Guru menyiapkan materi simakan lalu membuat pertanyaan dengan tingkat
kognisi berjenjang. Tes dibuat dalam bentuk objektif.
Guru memberikan tes pada saat anak-anak selesai konser kedua.
Guru memberikan skor.
Tes diujikan dulu di kelas lain untuk dilakukan validitas dan uji reliabilitas.
Tes menggunakan rumus
tertentu.
Menceritakan Kembali
Guru menyiapkan
bahan simakan lalu membuat poin-poin yang kemudian dikembangkan menjadi
ringkasan dan poin penilaian.
Guru meminta ahli untuk memvalidasi poin penilaian
Guru mengujikan point dan ringkasannya kepada kelas lain
Guru memberikan tugas kepada anak pada sesi praktik
Guru menilai tugas anak dengan menggunakan instrumen yang dibuat.
Membuat ulasan
Guru menyiapkan
bahan simakan lalu membuat contoh ulasan dan poin-poin penilaian.
Guru meminta ahli
untuk memvalidasi poin penilaian.
Guru memberikan rambu-rambu cara membuat ulasan saat konser kedua.
Guru memberikan tugas membuat ulasan pada sesi praktik
Guru menilai tugas siswa dengan melihat pada ulasan guru dan poin-point
penilaian.
Bormann, Ernest G dan Nancy C. Bormann. 1989. Retorika Edisi Kempat. Jakarta: Erlangga
Brown, H. D. 2001. Teaching by Principles: An Interactive
Approach to Language Pedagogy. New York: Pearson Education
Clark,
Harbert & Clark, Eve V. 1977. Psychology
and Language: An Introduction to Psycholinguistics. New York: Harcourt
Brace Jovanovich, Inc.
Das Bikram
K. 1988. Material For Language Learning
and Teaching. Singapore : SEAMEO. Regional Language Centre
Departemen
Pendidikan clan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Proyek Pengembangan Institut Pendidikan
Tinggi. 1988. Menyimak dan Pengajarannya.
Lilian M. Logan clan Virgil G. Logan. 1972.
Creative Communication Teaching the
Language Arts. Toronto-New York: Mc Graw-Hill Rysorn Ltd.
Montgomery.
Robert L. 1983. Teknik Mendengarkan yang Efektif dalam
Berkomunikasi.Jakarta
: PT Uptake Binaan Pressindo.
Nunan,
David. 1989. Design Task For The
Communication Classroom. Penerbit: The Press Syndicate of The University of
Cambridge.
Nunan,
David. 1991. Language Teaching
Methodology. New York: Prentice Hall.
Ommagio, Alice C. 1986. Teaching
Language in Context Inc. Boston
: Massachusetts 02116 USA: Heinle & Heinle.
Pauk, Walter. 1984.
"Sistem Pencatatan Kuliah" dalam Kemajuan Studi No. 3 Tahun 1984.
Rivers, Wilga M. 1968. Teaching
Foreign Language Skills. Chicago and London : The University of Chicago
Press.
.
Richards, Jack C & Theodore S. Rodgers. 1999. Approaches and Methods in Language Teaching: a Description and Analysis.
Cambridge: Cambridge University Press.
Underwood, Marry. 1989. Teaching
Listening. London : Longman.
Detak jantungmu berburu
Dengan waktu dan masa
Iramanya tak lagi merdu
apalagi mendayu
Penuh getaran terburu dan memburu
Tak lagi santun
hingga merasa pikun
Dunia tergenggam di tangan kokohmu
Tapi kau merasa terasing
Kau merasa sepi
Kau merindu satu
Dunia penuh fantasi
penuh variasi
Kaya ilusi
Kau tetap frustasi
Mana reformasi?
Saya
cukup tersentak ketika saya bertanya pada siswa saya mengenai apa itu tokoh protagonis
dan tokoh antagonis.
Jawaban
siswa saya kurang lebih begini, “Tokoh protagonist itu ya tokoh yang baik,
sedangkan antagonis itu yang jahat.”
Benarkah
demikian? Ternyata tidak selalu demikian.
Menurut
Burhan Nurgiyantoro (2002: 178) dalam bukunya Teori Pengkajian Fiksi, dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat
dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan antagonis.
Dalam
membaca sebuah novel, pembaca seringkali mengidentifikasikan diri dengan tokoh
tertentu, memberikan simpati dan empati, melibatkan diri secara emosional
terhadap tokoh tersebut. Tokoh demikian oleh pembaca disebut sebagai tokoh protagonis.
Pengertian
lain dari tokoh protagonis ini ialah tokoh yang kita kagumi –yang salah satu
jenisnya secara popular disebut hero-
tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi
kita. Tokoh inilah yang menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita,
harapan-harapan kita, pembaca.
Adapun
tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis,
barangkali dapat disebut, tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, baik
secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin. Meskipun
demikian, konflik yang dialami oleh tokoh protagoni tidak harus hanya yang
disebabkan oleh tokoh antagonis pada orang. Dapat pula disebabkan oleh hal-hal
di luar individualitas seseorang, misalnya bencana alam, kecelakaan,
lingkuangan alam, social, aturan-aturan social, nilai-nilai moral, kekuasaan
dan kekuatan yang lebih tinggi, dan sebagainya.
Inilah yang dinamakan antagonistic force atau kekuatan antagonistis.
Bahkan mungkin sekali tokoh disebabkan oleh diri sendiri.
Dari
hal-hal di atas, kita dapat menyampaikan pada anak didik jika ternyata
pemahaman mereka masih kurang tepat. Memang tidak mudah menentukan
tokoh-tokoh cerita ke dalam protagonist dan
antagonis. Paling tidak orang bisa beda pendapat. Tokoh penjahat, misalnya,
mungkin sekali ia akan diberi rasa simpati oleh pembaca, jika ditulis dari
kacamata si penjahat itu.
Secara
sederhana dapat kita sampaikan cerita sederhana pada film-film India misalnya.
Kita sering menyaksikan ada tokoh yang dikejar-kejar polisi. Walaupun tokoh yang kita kagumi itu yang
bersalah, kita tetap akan memihak tokoh tersebut.
1.Pendaftaran blog dimulai dari tanggal 11 Juli - 15 Oktober 2011.
2.Peserta
adalah pemilik blog, peserta tidak dapat mendaftarkan blog milik orang lain.
3.Melakukan pendaftaran melalui pos -el dengan melengkapi
identitas peserta dan data yang diperlukan:
- Nama lengkap
- Tautan Blog
- Alamat Pos-el yang aktif
- Nomor Ponsel yang aktif
- Tanggal Lahir/usia
- Alamat tempat tinggal saat ini
- Pekerjaan
- Satu
paragraf pendek mengenai mengapa Anda mengikuti Lomba Blog ini dan bagaimana tanggapan Anda mengenai masalah Kebahasaan dan
Kesastraan di Indonesia pada saat ini.
Penjurian
1.Seleksi awal/registrasi : 11 Juli—22 Oktober 2011.
2.Penilaian tanggal 20—23 Oktober 2011.
3.Pemenang akan dipublikasikan pada laman Pusat Bahasa http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id dan
akan
dihubungi melalui pos -el dan sms oleh panitia.
4.Penilaian akan dilakukan pada peserta yang lolos seleksi dan memenuhi persyaratan.
5.Juri akan
memilih enam blog terbaik.
6.Hasil keputusan juri tidak dapat diganggu gugat.
7.Panitia tidak melayani surat menyurat diluar proses seleksi,
kecuali surat pengaduan adanya tindak
kecurangan yang dilakukan peserta.
Informasi
lebih lanjut hubungi:
Panitia Bulan Bahasa dan Sastra
2011
Jalan Daksinapati Barat IV,
Rawamangun, Jakarta 13220
Belajar Bahasa Indonesia (BI)itu menyenangkan, lho.
Ada 4 kegiatan besar dalam BI, meliputi:
membaca
menulis
berbicara
mendengarkan
Kalian nanti dapat mencari uang dengan mempelajari pelajaran bahasa
Indonesia. Tidak percaya?
Misalnya saja, kalian nanti akan dapat menulis resensi, menulis cerita,
dapat menulis surat lamaran pekerjaan, dapat editor, dan lain-lain.
Jadi, belajar bahasa Indonesia, yuk...
Ibu...
Tak pernah selesai kata ini untuk aku ucapkan
Kata tak kan mampu melukiskan
apa yang ada di dalam hati secara tuntas
Biar Saja
Rasa cinta ini untuk dirasakan
bukan sekedar menjadi tulisan
Rasa sayang ini untuk dirasakan
tidak sekedar digoreskan
Saya mempunyai sebuah mimpi, mengenai bagaimana belajar behasa Indonesia (terutama di bangku sekolah) menjadi menyenangkan.
Mengapa saya mempunyai keinginan demikian? Karena dulu sewaktu sekolah, saya merasa tak banyak yang saya dapatkan. Sederhananya begini, saya tak mempunyai info banyak tentang berbagai akses lomba tentang bahasa. Pun, guru saya tidak memfasilitasi untuk mengekspos karya saya. Misalnya saya mempunyai puisi, cerpen, hendak saya kemanakan? Belajar bahasa Indonesia di sekolah seperti hanya mendapatkan berbagai ilmu teoritis. Saya tak mengatakan kalau semua itu tidak berguna. Sama sekali bukan. Namun, saya ingin ada unjuk kerja.
Dengan belajar bahasa Indonesia apa manfaatnya untuk kehidupan nanti.
Nah, sekarang saya yang gantian menjadi guru. Saya selalu membayangkan kalau saya jadi siswa, apa yang saya inginkan dari guru saya. Dengan begitu setiap kebijakan yang saya ambil, terlebih dahulu saya memposisikan diri sebagai siswa..