Sabtu, 22 Oktober 2011

Asyiknya Belajar Drama di Kelas

Yeti Islamawati



Siswa-siswa saya, lebih menyukai unjuk kerja dari pada sekedar materi. Mereka seperti sisa energi di kelas jika tidak ada proyek. Sisa energi yang saya maksud di sini, mereka lebih banyak ramai di kelas, sibuk dengan urusan masing-masing. Ujung-ujungnya tidak nyambung dengan materi. Oleh karena itu saya berusaha mencoba cara penyampaian yang pas bagi mereka.
Dalam menyampaikan sebuah materi, saya lebih menyukai menyampaikan satu materi sampai tuntas. Materi drama yang pelajari di kelas, formatnya meliputi:
1.       Pengertian drama
2.       Unsur-unsur dan ciri-ciri drama
3.       Membaca naskah drama
4.       Menganalisis naskah drama
5.       Menyadur cerpen menjadi naskah drama
6.       Menulis naskah drama
7.       Menyunting naskah drama
8.       Mementaskan drama
9.       Mengevaluasi pementasan drama

Untuk poin pertama dan kedua, saya biasa membawa KBBI ke kelas. Saya minta salah seorang anak untuk mencari arti drama dari KBBI. Biasanya mereka saling berebut. Jadi saya lanjutkan penggunaan kamus untuk mencari pengertian dari masing-masing unsur drama sebagai karya yang dipentaskan drama dari KBBI. Misalnya saja pengertian dari:
-       naskah cerita
-       aktor atau pemeran
-       panggung
-       tata lampu
-       ilustrasi
-       kostum dan tata arias
Adapun mengenai ciri-ciri drama, saya sampaikan secara singkat:
-       Adanya dialog atau percakapan yang dilakukan para pelaku drama.
-       Penulisannya menggunakan titik dua (:) untuk memisahkan nama pelaku dan dialognya.
Begitu pula dengan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik karena sudah tidak asing bagi mereka, mengingat sudah sering dipelajari dalam karya sastra yang lain seperti cerpen dan novel.
-       Unsur intrinsik: tema, alur, penokohan, perwatakan,setting,  amanat, sudut pandang
-       Unsur ekstrinsik: latar budaya pengarang, latar pendidikan pengarang
Poin ketiga dan keempat, saya minta mereka membaca naskah drama yang ada di buku paket, dilanjutkan dengan menganalisis drama tersebut. Kemudian kami bahas bersama-sama. Untuk unjuk kerja berikutnya, saya bagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil, masing-masing menganalisis teks drama yang berbeda antara kelompok satu dengan yang lain. Ini untuk mengantisipasi kebiasaan contek-menyontek. Nantinya dilanjutkan dengan presentasi masing-masing kelompok. Kelas tidak ada yang mengantuk.
Poin kelima, saya meminta siswa untuk mencari cerita pendek dari koran atau dari majalah. Saya biarkan masing-masing memilih cerita yang diinginkan. Mereka praktek menyadur, berbekal teori yang saya sampaikan sebelumnya. Paling tidak mereka dapat menuliskan dialog-dialog, disertai prolog dan epilog, termasuk petunjuk teknis.
Untuk poin keenam, yaitu menulis naskah drama, sebelumnya saya minta siswa membuat karangan tentang pengalaman hidup yang pernah dialami. Saya hanya memancing dengan pernyataan, “Dalam hidup, kita tentu mempunyai pengalaman yang beraneka warna. Misalnya pengalaman membahagiakan, menyadihkan, mengharukan, membanggakan, mengecewakan, menggelikan, bahkan memalukan.” Kemudian saya minta mereka memilih salah satu untuk kemudian mereka ceritakan. Langkah selanjutnya membiarkan mereka menyadur seperti pada poin sebelumnya.
Untuk poin ketujuh yaitu menyunting naskah drama, saya minta hasil karangan drama mereka ditukarkan untuk dikoreksi oleh teman yang lain. Ini biasanya akan heboh, karena mereka saya perbolehkan menilai hasil karangan drama temannya. Penilaian akhir tentu saja pada saya, selaku gurunya.
Poin kedelapan inilah yang ditunggu siswa-siswa saya. Ibarat mesin diesel sudah cukup panas untuk digunakan. Dari awal saya bahkan sudah memanas-manasi mereka untuk proyek yang ini. Naskah yang dipentaskan adalah naskah buatan mereka sendiri. Tentu saja ini kerja kelompok. Saya biarkan mereka memilih salah satu naskah dari anggota kelompoknya dengan dikembangkan tentunya.
Tahun ini saya mengusulkan kepada kepala sekolah untuk mengizinkan mereka pentas di acara tutup tahun. Alhamdulillah disetujui.
Materi drama diakhiri dengan evaluasi pementasan drama.


Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa

  Yeti Islamawati



Judul Buku          : Penilaian Otentik
Penulis                 : Burhan Nurgiyantoro
Penerbit              : Gadjah Mada University Press, Mei 2011
Tebal Buku          : 148 halaman

ISBN                       : 979-420-759-4

Dalam pengantar buku ini disebutkan bahwa penilaian dalam pembelajara memrasyaratkan dua hal yang mesti ada, yaitu kinerja dan bermakna. Tuntutan penilaian kinerja dan bermakna juga berlaku dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Hal ini berarti bahwa dalam pengukuran hasil pembelajaran Bahasa Indonesia harus berupa kinerja berbahasa yang bersifat aktif produktif dan kinerja itu harus ada atau dibutuhkan dalam kehidupan nyata, misalnya dibutuhkan dalam dunia pekerjaan.
Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum  harus mampu menekankan pentingnya penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL), yaitu sebuah pendekatan pembelajaran yang mencoba mengaitkan materi yang dibejarkan dengan situasi di dunia nyata dan mendorong siswa mmembuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, atau di dunia kerja. Pada giliran selanjutnya, pendekatan pembelajaran menuntut model penilaian yang sesuai dengan kegiatan pembelajaran, yaitu penilaian otentik.
Pada bab II, lebih jauh dijabarkan hakikat penilaian otentik. Penilaian otentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan. Penilaian ini juga merupakan kinerja (performansi) yang meminta pembelajar untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi tertentu yang merupakan penerapan pengetahuan yang dikuasainya.
Penilaian ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan penilaian tradisional, khususnya bentuk tes objektif pilihan ganda yang bersifat lebih merespon jawaban yang lazim dipergunakan dalam ujian-ujian akhir seperti UN dan UUB. Penilaian otentik hadir untuk melengkapi dan menutup kekurangan penilaian objektif. Skor hasil pengukuran otentik mencerminkan kompetensi  berbagai bentuk kinerja berbahasa sepanjang kegiatan pembelajaran, sedang skor hasil pengukuran tes objektif pada akhir pembelajaran menunjukkan capaan kompetensi selama satuan waktu tertentu, misalnya satu semester.
Dalam buku ini dijabarkan pula macam-macam penilaian otentik seperti: penilaian kinerja, wawancara lisan, pertanyaan terbuka, menceritakan kembali tes atau cerita, portofolio, dan proyek.
Yang menjadi kelebihan buku ini, ada contoh penerapan tugas otentik yang sangat mudah untuk diaplikasikan. Hal ini karena buku ini sudah dilengkapi dengan contoh soal latihan, cara penyekoran, bahkan ada catatan khusus tentang apa yang harus dilakukan guru dalam menerapkan penilaian otentik ini.
Buku ini relatif tipis, namun berisi hal-hal yang luar biasa. Dijabarkan mengenai penilaian kompetensi  menyimak, membaca, berbicara, menulis, hingga penilaian otentik kompetensi bersastra.
Dibagian akhir dipaparkan bagaimana pengolahan skor penilaian otentik hingga sampai pada perhitungan nilai akhir.
Buku ini sangat pas dibaca bagi guru bahasa Indonesia pada khususnya, dan secara umum dapat dibaca oleh guru mata pelajaran lain, bahkan oleh siapa saja yang menjadi pengajar.

Jumat, 21 Oktober 2011

Sugestopedia

         Tadkiroatun Musfiroh


A.      Pengertian Suggestopedia
Suggestopedia berasal dari kata suggestology, yaitu ilmu tentang pengaruh-pengaruh nonrational dan/atau nonconscious pada manusia (Ricards, 1999: 142). Metode ini dikembangkan oleh Georgi Lozanov (1978), seorang ahli fisika dan psikoterapi dari Bulgaria. Oleh karena itu, suggestopedia juga dikenal dengan Metode Lozanov atau Belajar dan Mengajar Sugestif-Akseleratif (Suggestive-Accelerative Learning and Teaching). Lozanov percaya bahwa otak manusia mampu memproses sejumlah banyak materi apabila diberikan kondisi yang tepat untuk belajar, diantaranya relaksasi dan pemberian kontrol dan otoritas pada guru.
Ciri metode ini adalah menciptakan suasana “sugestif”. Suatu contoh penerapannya menciptakan suasana yaitu dengan cahaya yang lemah lembut, musik sayup-sayup, dekorasi-dekorasi ruangan yang ceria, tempat duduk yang menyenangkan dan teknik-teknik dramatik yang digunakan oleh guru dalam penyajian bahan pelajaran.
Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat para siswa santai (tidak tegang), yang memungkinkan mereka membuka hati mereka secara sadar untuk belajar (bahasa) dengan nyaman dan tidak tertekan. Musik digunakan sebagai alat untuk membantu siswa relaks dan menjadi panduan dalam penyajian materi.
B.       Teknik dan Komponen Suggestopedia
Teknik yang digunakan dalam suggestopedia adalah memorization. Akan tetapi, perlu ditegaskan di sini bahwa memorisasi yang dimaksud bukanlah vocabulary memorization tetapi memorization of grammar rules (Richards, 1999). Jadi, siswa tidak diarahkan untuk menghafal kosa kata dan membiasakan ujaran, tetapi siswa diarahkan pada tindakan komunikasi.
Menurut Richards (1999), ada enam komponen penting dalam suggestopedia. Keenam komponen tersebut adalah sebagai berikut.
1.     Otoritas
Lozanov percaya bahwa manusia akan lebih ingat dan terpengaruh dengan informasi yang diperoleh dari sumber yang memiliki otoritas. Oleh karena itu, dalam suggestopedia guru harus memiliki otoritas yang besar.
2.     Infantilization
Yang dimaksud dengan infatilization adalah hubungan antara guru dan siswa sebaiknya seperti hubungan antara orangtua dengan anaknya.
3.     Double-planedness
Siswa tidak hanya belajar dari instruksi yang diberikan oleh guru, tetapi juga dari lingkungan di mana instruksi itu diberikan.
4.     Intonasi
Intonasi dalam penyampaian materi digunakan untuk mencegah kebosanan dan untuk mendramatisasi, mempengaruhi secara emosional, serta memberikan makna pada materi linguistik.
5.     Ritme
Fungsi ritme di sini sama dengan fungsi intonasi yang telah disebutkan sebelumnya.
6.     Concert Pseudo-Passiveness
Intonasi dan ritme disesuaikan dengan musik latarnya, sehingga dapat membantu siswa bersikap santai. Kondisi inilah yang penting dalam pembelajaran, karena siswa tidak tegang dan kemampuan konsentrasi meningkat.
C.      Kegiatan dalam Suggestopedia
Rangkuman kegiatan KBM dengan metode Suggestopedia dijelaskan oleh Ommagio (1986) adalah sebagai berikut.
1.     Diadakan tinjauan kembali atas bahan-bahan yang telah dipelajari sebelumnya, secara eksklusif dalam bahasa baru. Permainan dan lakon pendek yang lucu seringkali digunakan dengan tujuan tertentu. Akan tetapi, praktek mekanistik tetap dihindari dan dijauhi.
2.     Bahan baru disajikan dalam konteks dialog-dialog panjang, yang diperkenalkan atau dilanjutkan dalam dua fase “konser”. Dialog-dialog tersebut menggambarkan situasi-situasi pemakaian bahasa khas dalam budaya sasaran. Dialog-dialog itu disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai kesinambungan dalam alur dan hubungan, dalam plot dan konteks di seluruh pelajaran. Para tokoh dalam dialog diberi nama yang bersajak dan mempunyai beraneka ragam pribadi dan profesi yang menarik hati. Dalam fase aktivasi para siswa dapat mengadopsi  peranan para tokoh ini bagi kegiatan latihan/praktek bahasa. Dalam “ konser aktif”, para siswa mendengarkan musik pada saat guru membacakan baris-baris dialog, biasanya sati pada satu waktu para siswa mengikuti dengan menyimak dalam buku. Selanjutnya dengan “konser pasif”, para siswa menyimak pada pembacaan teks kembali oleh guru dengan nada yang bervariasi dan diiringi dengan musik yang sayup-sayup. Kedua fase ini dirancang untuk memungkinkan siswa menyerap bahan-bahan pelajaran baru pada tingkat sadar, tingkat bawah sadar.
3.     Fase aktivasi, fase ini mengikutsertakan siswa dalam bermain peran dan kegiatan-kegiatan praktek untuk mengaktifkan atau mempraktekkan bahan-bahan yang telah dipelajari.
Menurut Richards dan Rodgers kegiatan pengajaran bahasa dengan sugggestopedia terdiri atas tiga bagian.
a.      Diadakan tinjauan kembali atau mengulang bahan pelajaran hari sebelumnya. Ini dilakukan dalam bentuk percakapan, permainan, sketsa, cerita lucu dan acting. Bila siswa membuat kesalahan, ia dibetulkan tetapi dengan nada yang mendorong ke arah positif. Pada bagian ini, praktik yang mekanistik harus dihindari.
b.     Bahan baru disajikan dalam konteks melalui dialog-dialog panjang dan caranya tidak jauh berbeda dengan cara yang tradisional; bahan-bahan disajikan, dan diperagakan, diikuti dengan keterangan kata-kata baru dan tata bahasa. Dialog yang dipergunakan sebagai bahan pembelajaran, harus relevan, riil, menarik, dan dipergunakan sesuai dengan isinya.
c.      Séance adalah pertemuan yang tujuannya untuk reinforcement bahan baru pada taraf bawah sadar. Kegiatan séance ini terdiri dari dua macam, yang aktif dan yang pasif. Kegiatan ini berlangsung selama satu jam.
Agar metode ini dapat dipraktikan secara efektif, menurut Bancroft (1978) dan Krashen (1986), ada 3 unsur yang harus dipenuhi, antara lain sebagai berikut:
1.     ruang kelas yang menarik atau atraktif (dengan cahaya lembut) dan suasana kelas yang menyenangkan;
2.     guru yang berkepribadian dinamis yang mampu memerankan bahan dan memberikan motivasi pada para siswa untuk belajar; dan
3.     para siswa yang siap-siaga dalam kesantaian.
Pada umumnya, bahan pelajaran diberikan dalam bentuk dialog yang sangat panjang. Dialog pada suggestopedia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) penekanan pada kosakata dan isi, b) dasar pembuatan dialog adalah keadaan atau peristiwa hidup yang riil, c) baru secara emosional relevan, d) kata-kata yang diberi garis bawah dan disertai transkripsi fonetis untuk lafalnya.
Metode ini mencakup suasana sugestif di tempat penerapannya, dengan cahaya yang lemah lembut, musik yang sayup-sayup, dekorasi ruangan yang ceria, tempat duduk yang menyenangkan, dan teknik-teknik dramatik yang dipergunakan oleh guru dalam penyajian bahan pembelajaran. Semua itu secara total bertujuan membuat para pembelajar santai, yang memungkinkan mereka membuka hati untuk belajar bahasa dalam suatu model yang tidak menekan atau membebani para siswa.

Tabel 7.
Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Suggestopedia
(Rambu-Rambu Penyusunan RPP dan Pelaksanaan
Pembelajaran Sugestopedia)

SUGGESTOPEDIA ASLI
SUGGESTOPEDIA ADAPTASI
1.       Presentation
A preparatory stage
(anak dibantu untuk relaks dan menuju frame positif) (mind and feeling) bahwa belajar akan dibuat
lebih mudah & menyenangkan.
2.       First Concert—“Active Concert”
Presentasi aktif dari materi yang diajarkan, misal: membacakan teks drama disertai musik klasik
3.       Second Concert—“Passive Review”
Anak diajak relaks dan mendengarkan musik, dengan teks yang dibacakan dengan sangat pelan. Musik dipilih yang mampu menghantarkan siswa ke kerja mental yang terbaik agar mampu memahami materi pembelajaran dengan lebih mudah.
4.       Practice
Menggunakan permainan, puzzle,
untuk mereview dan menguatkan kembali apa yang dipelajari.
1.       Persiapan
Ice-breaking, motivasi, penjelasan secara sugestif, tujuan & metode. Secara fisik, kelas dibuat lebih berwarna, lebih segar, dan lebih
2.       Konser awal
Kegiatan menyimak materi langsung dari guru (media berbasis manusia), dari radio, dari rekaman, atau dari model. Suara dibuat jelas, jeda pas, volume sesuai, dan suara bulat dan kuat. Musik secara tersamar terdengar. Anak-anak boleh menyimak dengan perhatian seluruh indera, boleh dengan memejamkan mata, boleh dengan membentuk peta konsep imajinatif.
3.       Konser akhir
Kegiatan menyimak diulang. Musik sedikit dikeraskan dan materi menyimak lebih pelan. Anak berada pada posisi santai dan sangat dianjurkan menutup mata.
4.       Praktik
Anak membuat mind-map, menjawab pertanyaan  simakan, atau menceritakan kembali, atau membuat ulasan terhadap bahan simakan.

Tabel 8.
Pedoman Observasi dalam penyusunan RPP

KEGIATAN AKHIR  DALAM SUGGESTOPEDIA
DESKRIPSI INSTRUMEN
Mind-Map
Guru membuat rambu-rambu pada awal dan dijelaskan pada saat konser secara suggestif.
Guru menyiapkan bahan simakan lalu membuat peta-konsep yang baku.
Guru mengevaluasi peta konsep yang dibuat anak dengan teknik tertentu, langsung guru atau kooperatif.
Menjawab Pertanyaan
Guru menyiapkan materi simakan lalu membuat pertanyaan dengan tingkat kognisi berjenjang. Tes dibuat dalam bentuk objektif.
Guru memberikan tes pada saat anak-anak selesai konser kedua.
Guru memberikan skor.
Tes diujikan dulu di kelas lain untuk dilakukan validitas dan uji reliabilitas. Tes menggunakan rumus tertentu.
Menceritakan Kembali
Guru menyiapkan bahan simakan lalu membuat poin-poin yang kemudian dikembangkan menjadi ringkasan dan poin penilaian.
Guru meminta ahli untuk memvalidasi poin penilaian
Guru mengujikan point dan ringkasannya kepada kelas lain
Guru memberikan tugas kepada anak pada sesi praktik
Guru menilai tugas anak dengan menggunakan instrumen yang dibuat.
Membuat ulasan
Guru menyiapkan bahan simakan lalu membuat contoh ulasan dan poin-poin penilaian.
Guru meminta ahli untuk memvalidasi poin penilaian.
Guru memberikan rambu-rambu cara membuat ulasan saat konser kedua.
Guru memberikan tugas membuat ulasan pada sesi praktik
Guru menilai tugas siswa dengan melihat pada ulasan guru dan poin-point penilaian.


DAFTAR PUSTAKA

Achsin, Amir. 1981. Pengajaran Menyimak. Jakarta: P3G

Bormann,  Ernest G dan Nancy C. Bormann. 1989. Retorika Edisi Kempat. Jakarta: Erlangga

Brown, H. D. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy. New York: Pearson Education

Clark, Harbert & Clark, Eve V. 1977. Psychology and Language: An Introduction to Psycholinguistics. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

Das Bikram K. 1988. Material For Language Learning and Teaching. Singapore : SEAMEO. Regional Language Centre

Departemen Pendidikan clan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Proyek Pengembangan Institut Pendidikan Tinggi. 1988. Menyimak dan Pengajarannya.

Lilian M. Logan clan Virgil G. Logan. 1972. Creative Communication Teaching the Language Arts. Toronto-New York: Mc Graw-Hill Rysorn Ltd.

Montgomery. Robert L. 1983. Teknik Mendengarkan yang Efektif dalam Berkomunikasi. Jakarta : PT Uptake Binaan Pressindo.

Nunan, David. 1989. Design Task For The Communication Classroom. Penerbit: The Press Syndicate of The University of Cambridge.

Nunan, David. 1991. Language Teaching Methodology. New York: Prentice Hall.

Ommagio, Alice C. 1986. Teaching Language in Context Inc. Boston : Massachusetts 02116 USA: Heinle & Heinle.

Pauk, Walter. 1984. "Sistem Pencatatan Kuliah" dalam Kemajuan Studi No. 3 Tahun 1984.

Rivers, Wilga M. 1968. Teaching Foreign Language Skills. Chicago and London : The University of Chicago Press.
.
Richards, Jack C & Theodore S. Rodgers. 1999. Approaches and Methods in Language Teaching: a Description and Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.

Underwood, Marry. 1989. Teaching Listening. London : Longman.

Ur, Penny. 1984. Teaching Listening Comprehension. Cambridge : Cambridge University Press.




                                             Penulis adalah Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
                                             Universitas Negeri Yogyakarta

Kamis, 20 Oktober 2011

Memburu Waktu

                 MM Siti Nuraheni, S.Pd.

Detak jantungmu berburu
Dengan waktu dan masa
Iramanya tak lagi merdu
apalagi mendayu
Penuh getaran terburu dan memburu
Tak lagi santun
hingga merasa pikun
Dunia tergenggam di tangan kokohmu
Tapi kau merasa terasing
Kau merasa sepi
Kau merindu satu
Dunia penuh fantasi
penuh variasi
Kaya ilusi
Kau tetap frustasi
Mana reformasi?


                                       Penulis adalah Guru SMP 4 Banguntapan Bantul


Tokoh Protagonis vs Tokoh Antagonis


 Yeti Islamawati
Saya cukup tersentak ketika saya bertanya pada siswa saya mengenai apa itu tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
Jawaban siswa saya kurang lebih begini, “Tokoh protagonist itu ya tokoh yang baik, sedangkan antagonis itu yang jahat.”
Benarkah demikian? Ternyata tidak selalu demikian.
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2002: 178) dalam bukunya Teori Pengkajian Fiksi, dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan antagonis.
Dalam membaca sebuah novel, pembaca seringkali mengidentifikasikan diri dengan tokoh tertentu, memberikan simpati dan empati, melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh demikian oleh pembaca disebut sebagai tokoh protagonis.
Pengertian lain dari tokoh protagonis ini ialah tokoh yang kita kagumi –yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero- tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh inilah yang menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca.
Adapun tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut, tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, baik secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin. Meskipun demikian, konflik yang dialami oleh tokoh protagoni tidak harus hanya yang disebabkan oleh tokoh antagonis pada orang. Dapat pula disebabkan oleh hal-hal di luar individualitas seseorang, misalnya bencana alam, kecelakaan, lingkuangan alam, social, aturan-aturan social, nilai-nilai moral, kekuasaan dan kekuatan yang lebih tinggi, dan sebagainya.  Inilah yang dinamakan antagonistic force atau kekuatan antagonistis. Bahkan mungkin sekali tokoh disebabkan oleh diri sendiri.
Dari hal-hal di atas, kita dapat menyampaikan pada anak didik jika ternyata pemahaman mereka masih kurang tepat. Memang tidak mudah menentukan tokoh-tokoh  cerita ke dalam protagonist dan antagonis. Paling tidak orang bisa beda pendapat. Tokoh penjahat, misalnya, mungkin sekali ia akan diberi rasa simpati oleh pembaca, jika ditulis dari kacamata si penjahat itu.
Secara sederhana dapat kita sampaikan cerita sederhana pada film-film India misalnya. Kita sering menyaksikan ada tokoh yang dikejar-kejar polisi.  Walaupun tokoh yang kita kagumi itu yang bersalah, kita tetap akan memihak tokoh tersebut.
Semoga tercerahkan.

Kupu-kupu di dalam Buku

Ketika duduk di setasiun bis, di gerbong kereta api,
di ruang tunggu praktek dokter anak, di balai desa,
kulihat orang-orang di sekitarku duduk membaca buku,
dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang,

Ketika berjalan sepanjang gang antara rak-rak panjang,
di perpustakaan yang mengandung ratusan ribu buku
dan cahaya lampunya terang benderang,
kulihat anak-anak muda dan anak-anak tua
sibuk membaca dan menuliskan catatan,
dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang,

Ketika bertandang di sebuah toko,
warna-warni produk yang dipajang terbentang,
orang-orang memborong itu barang
dan mereka berdiri beraturan di depan tempat pembayaran,
dan aku bertanya di toko buku negeri mana gerangan aku sekarang,

Ketika singgah di sebuah rumah,
kulihat ada anak kecil bertanya pada mamanya,
dan mamanya tak bisa menjawab keinginan-tahu puterinya, kemudian
katanya,
“tunggu, tunggu, mama buka ensiklopedia dulu,
yang tahu tentang kupu-kupu,”
dan aku bertanya di rumah negeri mana gerangan aku sekarang,

Agaknya inilah yang kita rindukan bersama,
di setasiun bis dan ruang tunggu kereta-api negeri ini buku dibaca,
di perpustakaan perguruan, kota dan desa buku dibaca,
di tempat penjualan buku laris dibeli,
dan ensiklopedia yang terpajang di ruang tamu
tidak berselimut debu
karena memang dibaca.

Taufiq Ismail, 1996

Selasa, 18 Oktober 2011

Lomba Blog Kebahasaan dan Kesastraan Tingkat Nasional 2011



Pendaftaran
1.      Pendaftaran blog dimulai dari tanggal 11 Juli - 15 Oktober 2011.
2.      Peserta adalah pemilik blog, peserta tidak dapat mendaftarkan blog milik orang lain.
3.      Melakukan pendaftaran melalui pos -el dengan melengkapi identitas peserta dan data yang diperlukan:
           - Nama lengkap
    - Tautan Blog
    - Alamat Pos-el yang aktif
    - Nomor Ponsel yang aktif
    - Tanggal Lahir/usia
    - Alamat tempat tinggal saat ini
    - Pekerjaan
- Satu paragraf pendek mengenai mengapa Anda mengikuti Lomba Blog ini dan bagaimana  tanggapan Anda mengenai masalah Kebahasaan dan Kesastraan di Indonesia pada saat ini.
Penjurian
1.      Seleksi awal/registrasi : 11 Juli—22 Oktober 2011.
2.      Penilaian tanggal 20—23 Oktober 2011.
3.      Pemenang akan dipublikasikan pada laman Pusat Bahasa http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id dan akan dihubungi melalui pos -el dan sms oleh panitia.
4.      Penilaian akan dilakukan pada peserta yang lolos seleksi dan memenuhi persyaratan.
5.      Juri akan memilih enam blog terbaik.
6.      Hasil keputusan juri tidak dapat diganggu gugat.
7.      Panitia tidak melayani surat menyurat diluar proses seleksi, kecuali surat pengaduan adanya tindak kecurangan yang dilakukan peserta.

Informasi lebih lanjut hubungi:
Panitia Bulan Bahasa dan Sastra 2011
Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta 13220
Telepon (021) 4750406; 4706678 pesawat 137
Faksimile (021) 4750407
Laman : www.pusatbahasa.kemdiknas.go.id
Pos-el : lombablog2011@gmail.com
Narahubung: Yan Ferianto (0856971407230)
Kandy Supriatna (081383838497)

Belajar Bahasa Indonesia Terasa Membosankan?


Belajar Bahasa Indonesia (BI)itu menyenangkan, lho.

Ada 4 kegiatan besar dalam BI, meliputi:
membaca
menulis
berbicara
mendengarkan

Kalian nanti dapat mencari uang dengan mempelajari pelajaran bahasa Indonesia. Tidak percaya?
Misalnya saja, kalian nanti akan dapat menulis resensi, menulis cerita, dapat menulis surat lamaran pekerjaan, dapat editor, dan lain-lain.
Jadi, belajar bahasa Indonesia, yuk...

Senin, 17 Oktober 2011

Sebait Sajak buat Ibu

 Yeti Islamawati

Ibu...
Tak pernah selesai kata ini untuk aku ucapkan
Kata tak kan mampu melukiskan
apa yang ada di dalam hati secara tuntas
Biar Saja
Rasa cinta ini untuk dirasakan
bukan sekedar menjadi tulisan
Rasa sayang ini untuk dirasakan
tidak sekedar digoreskan

Asyiknya Belajar Bahasa Indonesia

Saya mempunyai sebuah mimpi, mengenai bagaimana belajar behasa Indonesia (terutama di bangku sekolah) menjadi menyenangkan.
Mengapa saya mempunyai keinginan demikian? Karena dulu sewaktu sekolah, saya merasa tak banyak yang saya dapatkan. Sederhananya begini, saya tak mempunyai info banyak tentang berbagai akses lomba tentang bahasa. Pun, guru saya tidak memfasilitasi untuk mengekspos karya saya. Misalnya saya mempunyai puisi, cerpen, hendak saya kemanakan? Belajar bahasa Indonesia di sekolah seperti hanya mendapatkan berbagai ilmu teoritis. Saya tak mengatakan kalau semua itu tidak berguna. Sama sekali bukan. Namun, saya ingin ada unjuk kerja.
Dengan belajar bahasa Indonesia apa manfaatnya untuk kehidupan nanti.
Nah, sekarang saya yang gantian menjadi guru. Saya selalu membayangkan kalau saya jadi siswa, apa yang saya inginkan dari guru saya. Dengan begitu setiap kebijakan yang saya ambil, terlebih dahulu saya memposisikan diri sebagai siswa..