Minggu, 17 November 2013

Cara PenggambaranTtokoh

1. analitik; penggambaran secara langsung 2. dramatik; penggambaran secara tidak langsung a. penggambaran tempat tinggal/lingkungan tokoh b. perccakapan tokoh/tokoh lain c. pikiran sorang tokoh/tokoh lain d. perbuatan/tingkah laku tokoh

Selasa, 12 November 2013

Jadwal Kunjung Perpustakaan sebagai Upaya Meningkatkan Minat Baca Siswa (Inovasi Alternatif pada Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia)

Oleh: Ummu Fathin*) I. Pendahuluan A. Latar Belakang Hasil Ujian Nasional bahasa Indonesia yang kurang menggembirakan membuat kita bertanya-tanya. Ada apa dengan pelajaran bahasa Indonesia atau ada apa dengan siswa kita sehingga pelajaran yang notabene dianggap mudah oleh banyak orang bahkan oleh guru-guru, ternyata hasilnya dapat dikatakan tidak optimal? Penulis pernah bertanya pada siswa mengenai bagaimana sih soal pelajaran Bahasa Indonesia menurutnya. Jawaban siswa tersebut, "Saya malas mengerjakan soal Bahasa Indonesia karena kalimatnya panjang-panjang." Padahal kita tahu, pelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya sekedar membaca, namun meliputi empat aspek yaitu membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Keempat aspek tersebut harus dikuasai. Dari sinilah penulis membuat praduga awal, apakah kesuksesan mengerjakan soal Ujian Nasional (secara khusus) dan kurangnya penguasaan siswa terhadap pelajaran Bahasa Indonesia (secara umum) berhubungan dengan minat baca? Kita semua tahu bahwa minat baca di negara kita masih rendah. Masih jauh bila dibandingkan dengan sebuah negeri yang digambarkan oleh Taufiq Ismail melalui puisinya "Di Negeri Mana Aku Berada". Dalam puisi itu digambarkan, orang-orang di kereta api, di ruang tunggu, di halte bus, di stasiun, di taman, tidak bisa lepas dari buku. Negeri tersebut tentu bukanlah Indonesia, karena kita tahu, bagaimana budaya masyarakat kita. Ironi! Dari latar belakang masalah di atas, kita melihat bahwa bagaimana menumbuhkan minat baca siswa menjadi suatu keniscayaan. Membaca di sini adalah membaca dengan memahami, bukan sekedar membaca deretan kata. Karena harapan lebih jauh dari pekerjaan “membaca” adalah terbukanya cakrawala berpikir. Bukankah buku adalah jendela dunia. Setelah membaca, ada pencerahan, sehingga diharapkan dapat merubah perilaku menjadi lebih baik. Alangkah ruginya kalau jarang membaca, apalagi tidak pernah. Mengapa? Karena begitu banyak buku yang terbit dan mudah kita dapatkan. Namun ternyata tak semua dapat kita nikmati. Alangkah ruginya! II. Pembahasan A. Analisis Masalah Dari uraian di atas, menunjukkan perlunya Inovasi pada pelajaran Bahasa Indonesia agar siswa mempunyai minat baca yang akhirnya mempunyai budaya membaca. Nah, apa kontribusi pelajaran Bahasa Indonesia dalam meningkatkan minat baca sehingga tercipta pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang efektif dan efisien? Pada buku Pengembangan Model KTSP disampaikan bahwa internalisasi pendidikan kecakapan hidup dalam semua mata pelajaran adalah dengan mengubah strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan dan tetode yang variatif sehingga memungkinkan pemanfaatan perpustakaan, laboratorium, dan sumber belajar lainnya. Lebih jauh lagi, siswa menjadi terbiasa mencari informasi dari berbagai sumber Sayangnya guru sendiri kurang mendorong siswa mengunjungi dan meminjam buku di perpustakaan sekolah. Kalau saja perpustakaan dapat dimanfaatkan dengan baik maka pelajar akan mendapatkan manfaat yang banyak. Tetapi di samping malasnya siswa itu sendiri juga karena terbatasnya koleksi buku-buku yang ada dan kurang menarik di dalam perpustakaan. Permasalahan yang lain adalah kurangnya jam kunjungan ke perpustakaan. Jam berkunjung siswa hanya pada saat istirahat saja, sedangkan waktu itu sering digunakan siswa untuk istirahat, ke kantin. Di samping itu pihak guru sendiri kurang begitu intensif mendorong siswa berkunjung ke perpustakaan. Salah satu alternatif yang ditawarkan adalah melalui jadwal (wajib) kunjung perpustakaan. Biarlah awalnya mereka melakukan hanya karena menggugurkan sebuah tugas, tetapi bukankah pekerjaan yang dilakukan dengan berulang nantinya akan membentuk sebuah kebiasaan. Tindakan berulang akan membentuk kebiasaan, kebiasaan itu akan menjadi karakter yang tanpa disadari akan mengarahkan menuju transformasi diri yang sempurna (Martian, 2010:71). Dalam hal ini semoga nantinya mereka akan menikmati, bahkan ingin mengunjungi perpustakaan itu untuk mereguk ilmu melalui buku-buku. B. Solusi Permasalahan Guru, pada pembelajaran active learning bertugas memberikan motivasi pada siswa. Bukan zamannya lagi guru sebagai satu-satunya sumber informasi. Dalam hal ini guru dapat memberikan gambaran kepada siswa, bahwa dengan buku kita bisa keliling dunia. Tentu sebagian dari kita pernah mendengar cerita dari pengarang Joni Arianta. Sewaktu beliau kecil, paling sebel ketika ada tugas dari guru Bahasa Indonesia untuk menceritakan tentang liburannya. Saat teman-temannya mengisahkan bagaimana mengesankan liburan di rumah kakek neneknya, namun tidak begitu dengan Joni yang neneknya, tinggal serumah. Apa yang akan diceritakan? Dari situlah Joni berlari ke perpustakaan. Membaca banyak buku, seakan-akan dia mengunjungi tempat yang diceritakan pada buku yang dibacanya. Sehingga ketika disuruh gurunya untuk mengarang, Joni membuat karangan yang menghebohkan. Dia bercerita bahwa dia mengisi liburannya dengan keliling dunia. Fantastis! Bagaimana realisasi jadwal kunjung perpustakaan. Dari 6 jam pelajaran Bahasa Indonesia dalam seminggu, waktu 2 jam pelajaran dapat kita gunakan untuk kunjungan perpustakaan. Mengunjungi perpustakaan di sini tidak sekedar mengunjungi tanpa tujuan terencana, melainkan jadwal kunjung yang dipadukan materi pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Guru harus dapat memetakan siswa, mengenai materi manakah yang dapat dipadukan dengan jadwal kunjung perpustakaan. Menurut Muhaimin, dkk (2010: 326) demi perkembangan kurikulum guru mata pelajaran diharuskan membuat perangkat pembelajaran secara terpadu. Matode pembelajaran itu sendiri seharusnya bervariasi, inovatif, dan tepat intuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara efektif dan efisien dalam menggunakan fasilitas, peralatan, dan alat bantu yang tersedia. Kaitannya dengan jadwal kunjung perpustakaan, materi yang dapat dipadukan antara lain: resensi, daftar pustaka, mencari unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra, menceritakan kembali cerita yang dibaca, ketrampilan aplikatif seperti membuat contoh lamaran pekerjaan, membuat naskah pidato, menulis karya sastra maupun karya ilmiah. Awalnya, dapat melalui tugas mencari buku yang disukai. Untuk selanjutnya, dapat melalui tugas mencari buku yang batasannya ditentukan oleh guru. Berikut ini beberapa materi pelajaran bahasa Indonesia yang dapat dipadukan dengan jadwal kunjung perpustakaan. 1. Menceritakan kembali cerita yang dibaca. Sebelum siswa diminta menuju perpustakaan, siswa kita berikan kertas disertai job diskripsi tugas. Sehingga siswa tidak bingung mengenai apa yang harus dilakukan ketika sudah di perpustakaan. Biarkan siswa memilih buku sesuai keinginannya tanpa dibatasi. Target awalnya siswa “mau tahu” akan keberadaan buku. Minimal menyentuh dan membaca-baca secara sekilas. 2. Mencari unsur intrinsik karya sastra Misalnya siswa diminta mencari buku kumpulan cerpen, kumpulan cerpen, novelet, atau bahkan novel. Siswa diminta membuat kelompok kecil dan diberikan teori terlebih dahulu mengenai unsur intrinsik. Karena membaca novel diperlukan waktu yang tidak sedikit, tugas ini dapat dilanjutkan di rumah. Sebagai tambahan siswa dapat diminta latihan menulis sinopsis atau rangkuman buku yang telah dibacanya dan memberikan sedikit komentar. 3. Menulis resensi buku-buku yang ada di perpustakaan Siswa diberikan teori dan tahapan tentang resensi buku. Untuk awal, formatnya dibuat sederhana. Yang penting siswa mau membaca buku secara keseluruhan dan dapat memberikan komentar singkat. Dapat pula diselipkan materi bagaimana membuat daftar pustaka. 4. Tugas yang aplikatif Meminta siswa melakukan kegiatan portofolio yang bahannya ada di perpustakaan. Misalnya, siswa diminta membuat surat lamaran pekerjaan, mencari bahan menulis artikel, atau menulis naskah pidato. 5. Melalui lomba yang berkaitan dengan perpustakaan Agar siswa mempunyai "greget" membaca, sesekali diadakan lomba yang berkaitan dengan jadwal kunjung perpustakaan. Misalnya lomba resensi buku, lomba membuat sinopsis cerita, lomba membuat ikhtisar buku, bercerita/mendongeng, yang semua bahannya ada di perpustakaan. Perpustakaan sebagai penunjang utama program jadwal kunjung perpustakaan, harus dibuat senyaman mungkin sehingga siswa merasa nyaman, betah, dan merindukan perpustakaan. Misalnya, ruang baca jangan terlalu panas, ada alunan musik tertentu, ruangan yang bersih dan terang, rak buku yang mudah dijangkau, ada ruang duduk yang nyaman walau hanya lesehan, ada komputer yang dapat membantu siswa dalam mencari buku yang diinginkan, katalog yang lengkap. Dan yang lebih penting adalah bacaan yang lengkap, disertai buku-buku terbaru sehingga perpustakaan mempunyai daya pikat tersendiri. Paparan di atas menunjukkan betapa pentingnya jadwal kunjung perpustakaan dalam rangka meningkatkan minat baca, sehingga siswa mempunyai budaya membaca yang merupakan salah satu unsur penting dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Oleh karena itu jadwal kunjung perpustakaan ini dapat dijadikan alternatif pada pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia agar proses belajar mengajar berjalan efektif dan efisien. Lebih jauh lagi, diharapkan penguasaan siswa terhadap pelajaran bahasa Indonesia dapat tercapai secara optimal, yang akan berimbas pula pada kesuksesan dalam mengerjakan soal Ujian Nasional. Semoga! III. Penutup A. Simpulan Melalui jadwal kunjung perpustakaan ini diharapkan pada akhirnya siswa melakukannya karena disuruh, atau sekedar sebagai “penggugur” tugas namun merasa butuh. B. Saran Jadwal kunjungan perpustakaan ini perlu diterapkan oleh guru-guru pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia sebagai inovasi pada pembelajaran Bahasa Indonesia. IV. Daftar Pustaka Alwi, Hasan. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Martian, Ryan. 2010. Funtastic Learning. Yogyakarta: Pro-You. Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo. 2010. Pengembangan Model KTSP pada Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Rajawali Press. http://www.tegalcyber.org. “………………”, diunduh tanggal 05/06/2010 pk 14.00. http://www.tegalinfo.com “Pendidikan”, diunduh tanggal 05/06/2010 pk 14.00.

Kemacetan di Bangjo Giwangan sebelah Selatan. (Contoh Surat Pembaca)

Jalan yang lancar terhindar kesemrawutan memudahkan bagi pengguna jalan raya. Saya cermati, belakangan ini Bangjo Giwangan sebelah Selatan seringkali terjadi kemacetan. Menurut saya kemacetan ini lebih disebabkan karena jalan yang tidak begitu lebar dengan kendaraan yang begitu banyak. Mengapa saya katakan demikian? Jalan ini hanya muat dilalui satu kendaraan roda empat dan satu kendaraan roda dua. Ditambah lagi tepi jalan sebelah Barat Jalan tidak rata dan belubang-lubang. Antrean kemacetan panjang inilah yang merupakan salah satu factor yang membuat banyak pengguna kendaraan terutama sepeda motor menjadi tidak sabar dan cenderung menyerobot jalan . Sebagai akibat, kendaraan dari arah Utara terganggu. Sementara itu pembatas jalan yang dipasang cenderung tidak efektif karena saya melihat banyak yang melanggar dan tidak ditindak apapun. Sebagai solusi, saya melihat sebelah Timur jalan, tepatnya depan Brimop, ada lahan (halaman) kosong yang cukup lebar. Saya mohon kepada pihak-pihak terkait untuk mempertimbangkan penggunaan lahan di depan Brimop. Terima kasih. Pengirim Yeti Islamawati, S.S. Guru MTsN LAB. UIN Yogyakarta Jalan Lingkar Timur Pranti Banguntapan Bantul DIY

Sabtu, 22 Oktober 2011

Asyiknya Belajar Drama di Kelas

Yeti Islamawati



Siswa-siswa saya, lebih menyukai unjuk kerja dari pada sekedar materi. Mereka seperti sisa energi di kelas jika tidak ada proyek. Sisa energi yang saya maksud di sini, mereka lebih banyak ramai di kelas, sibuk dengan urusan masing-masing. Ujung-ujungnya tidak nyambung dengan materi. Oleh karena itu saya berusaha mencoba cara penyampaian yang pas bagi mereka.
Dalam menyampaikan sebuah materi, saya lebih menyukai menyampaikan satu materi sampai tuntas. Materi drama yang pelajari di kelas, formatnya meliputi:
1.       Pengertian drama
2.       Unsur-unsur dan ciri-ciri drama
3.       Membaca naskah drama
4.       Menganalisis naskah drama
5.       Menyadur cerpen menjadi naskah drama
6.       Menulis naskah drama
7.       Menyunting naskah drama
8.       Mementaskan drama
9.       Mengevaluasi pementasan drama

Untuk poin pertama dan kedua, saya biasa membawa KBBI ke kelas. Saya minta salah seorang anak untuk mencari arti drama dari KBBI. Biasanya mereka saling berebut. Jadi saya lanjutkan penggunaan kamus untuk mencari pengertian dari masing-masing unsur drama sebagai karya yang dipentaskan drama dari KBBI. Misalnya saja pengertian dari:
-       naskah cerita
-       aktor atau pemeran
-       panggung
-       tata lampu
-       ilustrasi
-       kostum dan tata arias
Adapun mengenai ciri-ciri drama, saya sampaikan secara singkat:
-       Adanya dialog atau percakapan yang dilakukan para pelaku drama.
-       Penulisannya menggunakan titik dua (:) untuk memisahkan nama pelaku dan dialognya.
Begitu pula dengan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik karena sudah tidak asing bagi mereka, mengingat sudah sering dipelajari dalam karya sastra yang lain seperti cerpen dan novel.
-       Unsur intrinsik: tema, alur, penokohan, perwatakan,setting,  amanat, sudut pandang
-       Unsur ekstrinsik: latar budaya pengarang, latar pendidikan pengarang
Poin ketiga dan keempat, saya minta mereka membaca naskah drama yang ada di buku paket, dilanjutkan dengan menganalisis drama tersebut. Kemudian kami bahas bersama-sama. Untuk unjuk kerja berikutnya, saya bagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil, masing-masing menganalisis teks drama yang berbeda antara kelompok satu dengan yang lain. Ini untuk mengantisipasi kebiasaan contek-menyontek. Nantinya dilanjutkan dengan presentasi masing-masing kelompok. Kelas tidak ada yang mengantuk.
Poin kelima, saya meminta siswa untuk mencari cerita pendek dari koran atau dari majalah. Saya biarkan masing-masing memilih cerita yang diinginkan. Mereka praktek menyadur, berbekal teori yang saya sampaikan sebelumnya. Paling tidak mereka dapat menuliskan dialog-dialog, disertai prolog dan epilog, termasuk petunjuk teknis.
Untuk poin keenam, yaitu menulis naskah drama, sebelumnya saya minta siswa membuat karangan tentang pengalaman hidup yang pernah dialami. Saya hanya memancing dengan pernyataan, “Dalam hidup, kita tentu mempunyai pengalaman yang beraneka warna. Misalnya pengalaman membahagiakan, menyadihkan, mengharukan, membanggakan, mengecewakan, menggelikan, bahkan memalukan.” Kemudian saya minta mereka memilih salah satu untuk kemudian mereka ceritakan. Langkah selanjutnya membiarkan mereka menyadur seperti pada poin sebelumnya.
Untuk poin ketujuh yaitu menyunting naskah drama, saya minta hasil karangan drama mereka ditukarkan untuk dikoreksi oleh teman yang lain. Ini biasanya akan heboh, karena mereka saya perbolehkan menilai hasil karangan drama temannya. Penilaian akhir tentu saja pada saya, selaku gurunya.
Poin kedelapan inilah yang ditunggu siswa-siswa saya. Ibarat mesin diesel sudah cukup panas untuk digunakan. Dari awal saya bahkan sudah memanas-manasi mereka untuk proyek yang ini. Naskah yang dipentaskan adalah naskah buatan mereka sendiri. Tentu saja ini kerja kelompok. Saya biarkan mereka memilih salah satu naskah dari anggota kelompoknya dengan dikembangkan tentunya.
Tahun ini saya mengusulkan kepada kepala sekolah untuk mengizinkan mereka pentas di acara tutup tahun. Alhamdulillah disetujui.
Materi drama diakhiri dengan evaluasi pementasan drama.


Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa

  Yeti Islamawati



Judul Buku          : Penilaian Otentik
Penulis                 : Burhan Nurgiyantoro
Penerbit              : Gadjah Mada University Press, Mei 2011
Tebal Buku          : 148 halaman

ISBN                       : 979-420-759-4

Dalam pengantar buku ini disebutkan bahwa penilaian dalam pembelajara memrasyaratkan dua hal yang mesti ada, yaitu kinerja dan bermakna. Tuntutan penilaian kinerja dan bermakna juga berlaku dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Hal ini berarti bahwa dalam pengukuran hasil pembelajaran Bahasa Indonesia harus berupa kinerja berbahasa yang bersifat aktif produktif dan kinerja itu harus ada atau dibutuhkan dalam kehidupan nyata, misalnya dibutuhkan dalam dunia pekerjaan.
Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum  harus mampu menekankan pentingnya penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL), yaitu sebuah pendekatan pembelajaran yang mencoba mengaitkan materi yang dibejarkan dengan situasi di dunia nyata dan mendorong siswa mmembuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, atau di dunia kerja. Pada giliran selanjutnya, pendekatan pembelajaran menuntut model penilaian yang sesuai dengan kegiatan pembelajaran, yaitu penilaian otentik.
Pada bab II, lebih jauh dijabarkan hakikat penilaian otentik. Penilaian otentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan. Penilaian ini juga merupakan kinerja (performansi) yang meminta pembelajar untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi tertentu yang merupakan penerapan pengetahuan yang dikuasainya.
Penilaian ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan penilaian tradisional, khususnya bentuk tes objektif pilihan ganda yang bersifat lebih merespon jawaban yang lazim dipergunakan dalam ujian-ujian akhir seperti UN dan UUB. Penilaian otentik hadir untuk melengkapi dan menutup kekurangan penilaian objektif. Skor hasil pengukuran otentik mencerminkan kompetensi  berbagai bentuk kinerja berbahasa sepanjang kegiatan pembelajaran, sedang skor hasil pengukuran tes objektif pada akhir pembelajaran menunjukkan capaan kompetensi selama satuan waktu tertentu, misalnya satu semester.
Dalam buku ini dijabarkan pula macam-macam penilaian otentik seperti: penilaian kinerja, wawancara lisan, pertanyaan terbuka, menceritakan kembali tes atau cerita, portofolio, dan proyek.
Yang menjadi kelebihan buku ini, ada contoh penerapan tugas otentik yang sangat mudah untuk diaplikasikan. Hal ini karena buku ini sudah dilengkapi dengan contoh soal latihan, cara penyekoran, bahkan ada catatan khusus tentang apa yang harus dilakukan guru dalam menerapkan penilaian otentik ini.
Buku ini relatif tipis, namun berisi hal-hal yang luar biasa. Dijabarkan mengenai penilaian kompetensi  menyimak, membaca, berbicara, menulis, hingga penilaian otentik kompetensi bersastra.
Dibagian akhir dipaparkan bagaimana pengolahan skor penilaian otentik hingga sampai pada perhitungan nilai akhir.
Buku ini sangat pas dibaca bagi guru bahasa Indonesia pada khususnya, dan secara umum dapat dibaca oleh guru mata pelajaran lain, bahkan oleh siapa saja yang menjadi pengajar.

Jumat, 21 Oktober 2011

Sugestopedia

         Tadkiroatun Musfiroh


A.      Pengertian Suggestopedia
Suggestopedia berasal dari kata suggestology, yaitu ilmu tentang pengaruh-pengaruh nonrational dan/atau nonconscious pada manusia (Ricards, 1999: 142). Metode ini dikembangkan oleh Georgi Lozanov (1978), seorang ahli fisika dan psikoterapi dari Bulgaria. Oleh karena itu, suggestopedia juga dikenal dengan Metode Lozanov atau Belajar dan Mengajar Sugestif-Akseleratif (Suggestive-Accelerative Learning and Teaching). Lozanov percaya bahwa otak manusia mampu memproses sejumlah banyak materi apabila diberikan kondisi yang tepat untuk belajar, diantaranya relaksasi dan pemberian kontrol dan otoritas pada guru.
Ciri metode ini adalah menciptakan suasana “sugestif”. Suatu contoh penerapannya menciptakan suasana yaitu dengan cahaya yang lemah lembut, musik sayup-sayup, dekorasi-dekorasi ruangan yang ceria, tempat duduk yang menyenangkan dan teknik-teknik dramatik yang digunakan oleh guru dalam penyajian bahan pelajaran.
Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat para siswa santai (tidak tegang), yang memungkinkan mereka membuka hati mereka secara sadar untuk belajar (bahasa) dengan nyaman dan tidak tertekan. Musik digunakan sebagai alat untuk membantu siswa relaks dan menjadi panduan dalam penyajian materi.
B.       Teknik dan Komponen Suggestopedia
Teknik yang digunakan dalam suggestopedia adalah memorization. Akan tetapi, perlu ditegaskan di sini bahwa memorisasi yang dimaksud bukanlah vocabulary memorization tetapi memorization of grammar rules (Richards, 1999). Jadi, siswa tidak diarahkan untuk menghafal kosa kata dan membiasakan ujaran, tetapi siswa diarahkan pada tindakan komunikasi.
Menurut Richards (1999), ada enam komponen penting dalam suggestopedia. Keenam komponen tersebut adalah sebagai berikut.
1.     Otoritas
Lozanov percaya bahwa manusia akan lebih ingat dan terpengaruh dengan informasi yang diperoleh dari sumber yang memiliki otoritas. Oleh karena itu, dalam suggestopedia guru harus memiliki otoritas yang besar.
2.     Infantilization
Yang dimaksud dengan infatilization adalah hubungan antara guru dan siswa sebaiknya seperti hubungan antara orangtua dengan anaknya.
3.     Double-planedness
Siswa tidak hanya belajar dari instruksi yang diberikan oleh guru, tetapi juga dari lingkungan di mana instruksi itu diberikan.
4.     Intonasi
Intonasi dalam penyampaian materi digunakan untuk mencegah kebosanan dan untuk mendramatisasi, mempengaruhi secara emosional, serta memberikan makna pada materi linguistik.
5.     Ritme
Fungsi ritme di sini sama dengan fungsi intonasi yang telah disebutkan sebelumnya.
6.     Concert Pseudo-Passiveness
Intonasi dan ritme disesuaikan dengan musik latarnya, sehingga dapat membantu siswa bersikap santai. Kondisi inilah yang penting dalam pembelajaran, karena siswa tidak tegang dan kemampuan konsentrasi meningkat.
C.      Kegiatan dalam Suggestopedia
Rangkuman kegiatan KBM dengan metode Suggestopedia dijelaskan oleh Ommagio (1986) adalah sebagai berikut.
1.     Diadakan tinjauan kembali atas bahan-bahan yang telah dipelajari sebelumnya, secara eksklusif dalam bahasa baru. Permainan dan lakon pendek yang lucu seringkali digunakan dengan tujuan tertentu. Akan tetapi, praktek mekanistik tetap dihindari dan dijauhi.
2.     Bahan baru disajikan dalam konteks dialog-dialog panjang, yang diperkenalkan atau dilanjutkan dalam dua fase “konser”. Dialog-dialog tersebut menggambarkan situasi-situasi pemakaian bahasa khas dalam budaya sasaran. Dialog-dialog itu disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai kesinambungan dalam alur dan hubungan, dalam plot dan konteks di seluruh pelajaran. Para tokoh dalam dialog diberi nama yang bersajak dan mempunyai beraneka ragam pribadi dan profesi yang menarik hati. Dalam fase aktivasi para siswa dapat mengadopsi  peranan para tokoh ini bagi kegiatan latihan/praktek bahasa. Dalam “ konser aktif”, para siswa mendengarkan musik pada saat guru membacakan baris-baris dialog, biasanya sati pada satu waktu para siswa mengikuti dengan menyimak dalam buku. Selanjutnya dengan “konser pasif”, para siswa menyimak pada pembacaan teks kembali oleh guru dengan nada yang bervariasi dan diiringi dengan musik yang sayup-sayup. Kedua fase ini dirancang untuk memungkinkan siswa menyerap bahan-bahan pelajaran baru pada tingkat sadar, tingkat bawah sadar.
3.     Fase aktivasi, fase ini mengikutsertakan siswa dalam bermain peran dan kegiatan-kegiatan praktek untuk mengaktifkan atau mempraktekkan bahan-bahan yang telah dipelajari.
Menurut Richards dan Rodgers kegiatan pengajaran bahasa dengan sugggestopedia terdiri atas tiga bagian.
a.      Diadakan tinjauan kembali atau mengulang bahan pelajaran hari sebelumnya. Ini dilakukan dalam bentuk percakapan, permainan, sketsa, cerita lucu dan acting. Bila siswa membuat kesalahan, ia dibetulkan tetapi dengan nada yang mendorong ke arah positif. Pada bagian ini, praktik yang mekanistik harus dihindari.
b.     Bahan baru disajikan dalam konteks melalui dialog-dialog panjang dan caranya tidak jauh berbeda dengan cara yang tradisional; bahan-bahan disajikan, dan diperagakan, diikuti dengan keterangan kata-kata baru dan tata bahasa. Dialog yang dipergunakan sebagai bahan pembelajaran, harus relevan, riil, menarik, dan dipergunakan sesuai dengan isinya.
c.      Séance adalah pertemuan yang tujuannya untuk reinforcement bahan baru pada taraf bawah sadar. Kegiatan séance ini terdiri dari dua macam, yang aktif dan yang pasif. Kegiatan ini berlangsung selama satu jam.
Agar metode ini dapat dipraktikan secara efektif, menurut Bancroft (1978) dan Krashen (1986), ada 3 unsur yang harus dipenuhi, antara lain sebagai berikut:
1.     ruang kelas yang menarik atau atraktif (dengan cahaya lembut) dan suasana kelas yang menyenangkan;
2.     guru yang berkepribadian dinamis yang mampu memerankan bahan dan memberikan motivasi pada para siswa untuk belajar; dan
3.     para siswa yang siap-siaga dalam kesantaian.
Pada umumnya, bahan pelajaran diberikan dalam bentuk dialog yang sangat panjang. Dialog pada suggestopedia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) penekanan pada kosakata dan isi, b) dasar pembuatan dialog adalah keadaan atau peristiwa hidup yang riil, c) baru secara emosional relevan, d) kata-kata yang diberi garis bawah dan disertai transkripsi fonetis untuk lafalnya.
Metode ini mencakup suasana sugestif di tempat penerapannya, dengan cahaya yang lemah lembut, musik yang sayup-sayup, dekorasi ruangan yang ceria, tempat duduk yang menyenangkan, dan teknik-teknik dramatik yang dipergunakan oleh guru dalam penyajian bahan pembelajaran. Semua itu secara total bertujuan membuat para pembelajar santai, yang memungkinkan mereka membuka hati untuk belajar bahasa dalam suatu model yang tidak menekan atau membebani para siswa.

Tabel 7.
Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Suggestopedia
(Rambu-Rambu Penyusunan RPP dan Pelaksanaan
Pembelajaran Sugestopedia)

SUGGESTOPEDIA ASLI
SUGGESTOPEDIA ADAPTASI
1.       Presentation
A preparatory stage
(anak dibantu untuk relaks dan menuju frame positif) (mind and feeling) bahwa belajar akan dibuat
lebih mudah & menyenangkan.
2.       First Concert—“Active Concert”
Presentasi aktif dari materi yang diajarkan, misal: membacakan teks drama disertai musik klasik
3.       Second Concert—“Passive Review”
Anak diajak relaks dan mendengarkan musik, dengan teks yang dibacakan dengan sangat pelan. Musik dipilih yang mampu menghantarkan siswa ke kerja mental yang terbaik agar mampu memahami materi pembelajaran dengan lebih mudah.
4.       Practice
Menggunakan permainan, puzzle,
untuk mereview dan menguatkan kembali apa yang dipelajari.
1.       Persiapan
Ice-breaking, motivasi, penjelasan secara sugestif, tujuan & metode. Secara fisik, kelas dibuat lebih berwarna, lebih segar, dan lebih
2.       Konser awal
Kegiatan menyimak materi langsung dari guru (media berbasis manusia), dari radio, dari rekaman, atau dari model. Suara dibuat jelas, jeda pas, volume sesuai, dan suara bulat dan kuat. Musik secara tersamar terdengar. Anak-anak boleh menyimak dengan perhatian seluruh indera, boleh dengan memejamkan mata, boleh dengan membentuk peta konsep imajinatif.
3.       Konser akhir
Kegiatan menyimak diulang. Musik sedikit dikeraskan dan materi menyimak lebih pelan. Anak berada pada posisi santai dan sangat dianjurkan menutup mata.
4.       Praktik
Anak membuat mind-map, menjawab pertanyaan  simakan, atau menceritakan kembali, atau membuat ulasan terhadap bahan simakan.

Tabel 8.
Pedoman Observasi dalam penyusunan RPP

KEGIATAN AKHIR  DALAM SUGGESTOPEDIA
DESKRIPSI INSTRUMEN
Mind-Map
Guru membuat rambu-rambu pada awal dan dijelaskan pada saat konser secara suggestif.
Guru menyiapkan bahan simakan lalu membuat peta-konsep yang baku.
Guru mengevaluasi peta konsep yang dibuat anak dengan teknik tertentu, langsung guru atau kooperatif.
Menjawab Pertanyaan
Guru menyiapkan materi simakan lalu membuat pertanyaan dengan tingkat kognisi berjenjang. Tes dibuat dalam bentuk objektif.
Guru memberikan tes pada saat anak-anak selesai konser kedua.
Guru memberikan skor.
Tes diujikan dulu di kelas lain untuk dilakukan validitas dan uji reliabilitas. Tes menggunakan rumus tertentu.
Menceritakan Kembali
Guru menyiapkan bahan simakan lalu membuat poin-poin yang kemudian dikembangkan menjadi ringkasan dan poin penilaian.
Guru meminta ahli untuk memvalidasi poin penilaian
Guru mengujikan point dan ringkasannya kepada kelas lain
Guru memberikan tugas kepada anak pada sesi praktik
Guru menilai tugas anak dengan menggunakan instrumen yang dibuat.
Membuat ulasan
Guru menyiapkan bahan simakan lalu membuat contoh ulasan dan poin-poin penilaian.
Guru meminta ahli untuk memvalidasi poin penilaian.
Guru memberikan rambu-rambu cara membuat ulasan saat konser kedua.
Guru memberikan tugas membuat ulasan pada sesi praktik
Guru menilai tugas siswa dengan melihat pada ulasan guru dan poin-point penilaian.


DAFTAR PUSTAKA

Achsin, Amir. 1981. Pengajaran Menyimak. Jakarta: P3G

Bormann,  Ernest G dan Nancy C. Bormann. 1989. Retorika Edisi Kempat. Jakarta: Erlangga

Brown, H. D. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy. New York: Pearson Education

Clark, Harbert & Clark, Eve V. 1977. Psychology and Language: An Introduction to Psycholinguistics. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

Das Bikram K. 1988. Material For Language Learning and Teaching. Singapore : SEAMEO. Regional Language Centre

Departemen Pendidikan clan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Proyek Pengembangan Institut Pendidikan Tinggi. 1988. Menyimak dan Pengajarannya.

Lilian M. Logan clan Virgil G. Logan. 1972. Creative Communication Teaching the Language Arts. Toronto-New York: Mc Graw-Hill Rysorn Ltd.

Montgomery. Robert L. 1983. Teknik Mendengarkan yang Efektif dalam Berkomunikasi. Jakarta : PT Uptake Binaan Pressindo.

Nunan, David. 1989. Design Task For The Communication Classroom. Penerbit: The Press Syndicate of The University of Cambridge.

Nunan, David. 1991. Language Teaching Methodology. New York: Prentice Hall.

Ommagio, Alice C. 1986. Teaching Language in Context Inc. Boston : Massachusetts 02116 USA: Heinle & Heinle.

Pauk, Walter. 1984. "Sistem Pencatatan Kuliah" dalam Kemajuan Studi No. 3 Tahun 1984.

Rivers, Wilga M. 1968. Teaching Foreign Language Skills. Chicago and London : The University of Chicago Press.
.
Richards, Jack C & Theodore S. Rodgers. 1999. Approaches and Methods in Language Teaching: a Description and Analysis. Cambridge: Cambridge University Press.

Underwood, Marry. 1989. Teaching Listening. London : Longman.

Ur, Penny. 1984. Teaching Listening Comprehension. Cambridge : Cambridge University Press.




                                             Penulis adalah Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
                                             Universitas Negeri Yogyakarta

Kamis, 20 Oktober 2011

Memburu Waktu

                 MM Siti Nuraheni, S.Pd.

Detak jantungmu berburu
Dengan waktu dan masa
Iramanya tak lagi merdu
apalagi mendayu
Penuh getaran terburu dan memburu
Tak lagi santun
hingga merasa pikun
Dunia tergenggam di tangan kokohmu
Tapi kau merasa terasing
Kau merasa sepi
Kau merindu satu
Dunia penuh fantasi
penuh variasi
Kaya ilusi
Kau tetap frustasi
Mana reformasi?


                                       Penulis adalah Guru SMP 4 Banguntapan Bantul